Kamis, 05 Juli 2012

Melacak Filogeni


LAPORAN OBSERVASI
MUSEUM RONGGOWARSITO SEMARANG
Dikaitkan dengan Makalah Melacak Filogenik Jurnal “Computer tomography scanning of Homo erectus crania Ngandong 7 from Java: Internal structure, paleopathology and post-mortem history



CA57JHTQCAOESVRUCAV2C9IDCA4H3HAMCAIFKNA5CA4ABYGICATNN1I6CAMKQXO7CAOCQI1YCAI15ZS3CAWXKQ8ICA3SL2LWCADT7LQ2CADR2KH6CACW8O8XCAQYWU3HCANDA8YUCAHZEK7TCAD0AIWE
 









Mata Kuliah : Evolusi
Dosen Pengampu :
Filia Prima Arthaina

Disusun Oleh:
Rafi Rahmad Istianto
(09320210)


JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKADAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
IKIP PGRI SEMARANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG
1.      Filogeni
Dalam biologi, filogeni atau filogenesis adalah kajian mengenai hubungan di antara kelompok-kelompok organisme yang dikaitkan dengan proses evolusi yang dianggap mendasarinya. Istilah "filogeni" dipinjam dari bahasa Belanda, fylogenie, yang berasal dari gabungan kata bahasa Yunani Kuna yang berarti "asal-usul suku, ras".
Filogeni tidak sepenuhnya sama dengan kladistika (sistematika filogenetik), namun banyak menggunakan metode-metode dan konsep yang dipakai di dalamnya. Kladistika banyak dipakai untuk merumuskan keterkaitan filogenik dalam bentuk diagram pohon, namun di dalam filogeni dipelajari pula anatomi perbandingan dari berbagai organisme.
Filogeni pada masa sekarang banyak menggunakan dukungan genetika dan biologi molekuler. Sistematika (klasifikasi) biologi juga banyak menggunakan masukan dari cabang ilmu ini
2.      Melacak Filogeni
Pernyataan evolusionis adalah bahwa setiap spesies di bumi berasal dari satu nenek moyang yang sama melalui perubahan sedikit demi sedikit. Dengan kata lain, teori ini menganggap kehidupan sebagai sebuah peristiwa yang berkelanjutan, tanpa ada pengelompokan tetap atau yang telah ditentukan sebelumnya. Akan tetapi, pengamatan di alam dengan jelas tidak mengungkap gambaran berkelanjutan semacam itu. Apa yang muncul dari dunia kehidupan adalah bahwa bentuk kehidupan benar-benar terpisah dalam kelompok-kelompok yang benar-benar berbeda. Robert Carrol, seorang evolusionis yang berpengaruh, mengakui kenyataan ini dalam bukunya Patterns and Processes of Vertebrate Evolution (Pola dan Proses Evolusi Vertebrata).
Walaupun jumlah spesies yang hidup di bumi saat ini hampir tidak bisa dibayangkan, mereka tidak membentuk sebuah rantai dengan sambungan yang hampir tidak bisa dibedakan. Malahan, hampir semua spesies bisa dikenali sebagai anggota kelompok-kelompok besar yang sangat berbeda dan terbatas jumlahnya, sangat sedikit yang menggambarkan bentuk atau cara hidup peralihan.
Oleh karena itu, evolusionis beranggapan bahwa bentuk kehidupan “peralihan” yang menjadi penghubung antar makhluk hidup pernah hidup di masa lalu. Inilah sebabnya mengapa disadari bahwa ilmu pengetahuan dasar yang bisa memecahkan persoalan ini adalah paleontologi, ilmu yang mempelajari fosil-fosil. Evolusi dikatakan sebagai sebuah proses yang terjadi di masa lalu, dan satu-satunya sumber ilmiah yang bisa memberi kita informasi tentang sejarah kehidupan hanyalah penemuan fosil. Berkenaan dengan hal ini, ahli paleontologi Perancis, Pierre-Paul Grasse, berkata:
Para Naturalis harus ingat bahwa proses evolusi hanya terungkap melalui bentukan fosil… hanya paleontologi yang bisa menyediakan bukti evolusi bagi mereka dan mengungkap tata cara atau jalannya. Supaya temuan fosil bisa memperjelas persoalan ini, kita hendaknya membandingkan hipotesis teori evolusi dengan temuan-temuan fosil.
Menurut teori evolusi, setiap spesies muncul dari satu pendahulu. Satu spesies yang telah ada sebelumnya berubah menjadi spesies lain sejalan dengan waktu, dan semua spesies telah mewujud dengan cara ini. Menurut teori ini, perubahan bentuk ini berlangsung secara bertahap selama jutaan tahun.
Jika demikian kejadiannya, maka seharusnya telah hidup spesies peralihan yang tak terhitung jumlahnya selama masa panjang ketika perubahan bentuk ini dianggap sedang berlangsung. Sebagai contoh, seharusnya telah hidup di masa lalu makhluk setengah ikan-setengah reptilia yang yang telah memperoleh beberapa ciri reptilia sebagai tambahan atas ciri ikan yang telah mereka miliki. Atau seharusnya telah hidup makhluk reptilia-burung, yang telah memperoleh ciri burung sebagai tambahan atas ciri reptilia yang telah mereka miliki. Evolusionis menyebut makhluk khayalan ini, yang mereka percaya pernah hidup di masa lampau, sebagai “bentuk-bentuk peralihan.”
Jika hewan semacam itu benar-benar ada, seharusnya terdapat jutaan, bahkan milyaran, dari mereka. Lebih penting lagi, sisa-sisa dari makhluk khayalan ini seharusnya ada dalam rekaman fosil. Jumlah bentuk peralihan ini seharusnya lebih besar daripada spesies yang ada, dan sisa-sisa mereka seharusnya ditemukan di seluruh penjuru dunia. Dalam The Origin of Species, Darwin menerima kenyataan ini dan menjelaskan:
Jika teori saya benar, pasti pernah terdapat jenis-jenis peralihan yang tak terhitung jumlahnya, yang mengaitkan semua spesies dari kelompok yang sama… Sudah tentu bukti keberadaan mereka di masa lalu hanya dapat ditemukan pada peninggalan fosil.”39 Bahkan Darwin sendiri menyadari ketiadaan bentuk-bentuk peralihan tersebut. Ia berharap mereka akan ditemukan di masa mendatang. Di balik harapan besarnya, ia sadar bahwa ketiadaan bentuk peralihan ini adalah rintangan utama bagi teorinya. Itulah mengapa dalam buku The Origin of Species, pada bab “Difficulties of The Theory” ia menulis:… Mengapa, jika suatu spesies memang berasal dari spesies lain melalui perubahan sedikit demi sedikit, kita tidak melihat sejumlah besar bentuk peralihan di manapun? Mengapa semua makhluk tidak dalam keadaan [pengelompokan yang] membingungkan, tetapi justru seperti yang kita lihat, spesies berada dalam bentuk-bentuk tertentu yang jelas?...Tetapi menurut teori ini bentuk peralihan yang tak terhitung jumlahnya seharusnya ada, mengapa kita tak menemukan mereka dalam jumlah yang tak terhitung terkubur dalam kerak bumi?... Dan pada daerah peralihan, yang memiliki lingkungan hidup peralihan, mengapa sekarang tidak kita temukan jenis-jenis peralihan yang saling berhubungan erat? Permasalahan ini, telah lama, sangat membingungkan.
Satu-satunya penjelasan yang dapat diajukan Darwin untuk menghadapi keberatan ini adalah bahwa temuan fosil saat ini belum lengkap. Ia menyatakan bahwa ketika temuan fosil telah dipelajari secara teliti, mata rantai yang hilang akan ditemukan. Para ahli paleontologi evolusi telah menggali fosil-fosil dan mencari mata rantai yang hilang ini diseluruh dunia sejak pertengahan abad ke-19. Semua fosil yang ditemukan dalam penggalian menunjukkan bahwa kehidupan muncul di bumi secara tiba-tiba dan dalam bentuk lengkap.
3.      Gambaran Umum Museum Ronggowarsito
Museum ini diresmikan pada tanggal 5 Juli 1989. Nama “Ronggowarsito” diambil dari nama seorang pujangga besar Keraton Surakarta Hadiningrat. Karya-karyanya sangat terkenal dan akrab dengan kehidupan masyarakat Jawa seperti Serat Kalatida yang berisi bait-bait ramalan tentang adanya zaman edan. Julukan “Pujangga Rakyat” diberikan oleh Ir. Sukarno pada tahun 1953 kepada Raden Ngabehi Ronggowarsito. Patung perunggu Ronggowarsito menyapa bagi siapa saja yang memasuki tangga lobi, seolah mempersilahkan masuk guna menikmati suasana museum.
Museum yang terletak di Jalan Abdulrahman Saleh No. 1 Semarang ini merupakan museum kebanggaan masyarakat Jawa Tengah karena merupakan salah satu tempat melestarikan aset-aset budaya Jawa sekaligus sebagai sarana pendidikan bagi generasi penerus. Museum ini menampung lebih dari 50.000 buah koleksi yang disajikan secara rapi dan baik di dalam maupun di luar ruangan. Selain jumlah koleksi yang sangat banyak, Museum Ronggowarsito juga dilengkap dengan fasilitas yang jarang dijumpai di museum lain. Fasilitas yang tersedia antara lain: 
a)Perpustakaan yang cukup beragam di ruangan ber-AC; 
b)   Ruangan audio visual ber-AC dan kedap suara yang didesain seperti sebuah bioskop mini dengan kapasitas 40 orang; 
c)Coin box berupa kotak audio yang dapat diperdengarkan berbagai cerita rakyat yang berkembang di Jawa Tengah dengan memasukkan koin Rp.100,-; 
d)  ruang apresiasi yang didesain khusus untuk pameran, pagelaran budaya, lomba, dan festival yang lebih mengedepankan edukasi kultural; dan 
e)taman dan arena bermain yang terletak di tempat yang nyaman dan teduh.
Museum Ronggowarsito memfasilitasi pelatihan (kursus) yang berlatar belakang edukasi budaya Jawa secara periodik dengan menggunakan beberapa ruangan yang tersedia. Pada hari besar nasional juga menyelenggarakan atraksi yang mampu menarik minat masyarakat dan pelajar untuk mengunjungi museum. Atraksi yang disajikan lebih berhubungan dengan pelestarian nilai-nilai budaya seperti: Barongan, Kuntulan, Kuda Lumping dan lain sebagainya. 
Manfaat berkunjung yang ditawarkan oleh pihak pengelola museum adalah berwisata budaya, menimba ilmu tentang sejarah dan kebudayaan. Museum ini juga merupakan jendela informasi, sejarah, seni, dan budaya sehingga museum ini memiliki etos kerja “Bangga Peduli Budaya”. 
Penataan ruangan dan alur penyajian Museum Ronggowarsito memiliki karakter yang menarik sehingga pengunjung seolah tidak akan pernah jemu untuk melihat dan mengamati semua koleksi yang dipajang. Tata penyajian diawali oleh eksistensi manusia Jawa dengan lingkungannya hingga kesenian yang berkembang di Jawa Tengah
B.     Rumusan Masalah
Bagaimana filogeni asal-usul manusia? Dikaitkan dengan apa yang ada di museum Ronggowarsito?
C.     Tujuan
Mengetahui filogeni asal-usul manusia dengan apa yang ada di museum Ronggowarsito
D.     Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN : Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan, Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN : Filogeni asal –usul manusia,
BAB III PENUTUP : Simpulan
DAFTAR PUSTAKA


BAB II
PEMBAHASAN

A.    FILOGENI ASAL USUL MANUSIA
Darwin mengajukan penyataannya bahwa manusia dan kera berasal dari satu nenek moyang yang sama dalam bukunya The Descent of Man, terbitan tahun 1871. Sejak saat itu hingga sekarang, para pengikut jalan Darwin telah mencoba mendukung pernyataannya. Tatapi meskpun berbagai penelitian telah dilakukan, pernyataan mengenai “evolusi manusia” tidak didukung oleh penemuan ilmiah yang nyata, khususnya dalam hal fosil.
Kebanyakan masyarakat awam tidak menyadari kenyataan ini, dan berfikir bahwa pernyataan evolusi manusia didukung oleh banyak bukti yang kuat. Penyebab adanya opini yang keliru ini adalah bahwa permasalahan ini sering dibahas dalam media dan dihadirkan sebagai fakta yang terbukti. Tetapi yang benar-benar ahli dalam masalah ini menyadari bahwa tidak ada landasan ilmiah bagi pernyataan evolusi manusia. David Pilbeam, ahli paleoanthropologi dari Harvard University, mengatakan:
Jika Anda mengundang seorang ilmuwan dari bidang ilmu yang lain dan menunjukkan padanya sedikitnya bukti yang kita miliki ia tentu akan mengatakan, “Lupakan saja; itu tidak cukup untuk diteruskan.  Dan William Fix, seorang penulis sebuah buku penting dalam bidang paleoanthropologi, berkomentar: Seperti yang telah kita lihat, ada banyak ilmuwan dan orang-orang populer saat ini yang memiliki nyali untuk mengatakan bahwa ‘tidak ada keraguan’ tentang bagaimana manusia berasal. Jika saja mereka memiliki bukti Pernyataan evolusi ini, yang “miskin akan bukti,” memulai pohon kekerabatan manusia dengan satu kelompok kera yang telah dinyatakan membentuk satu genus tersendiri, Australopithecus. Menurut pernyataan ini, Australopithecus secara bertahap mulai berjalan tegak, otaknya membesat, dan ia melewati serangkaian tahapan hingga mencapai tahapan manusia sekarang (Homo sapiens). Tetapi rekaman fosil tidak mendukung skenario ini. Meskipun dinyatakan bahwa semua bentuk peralihan ada, terdapat rintangan yang tidak dapat dilalui antara jejak fosil manusia dan kera. Lebih jauh lagi, telah terungkap bahwa spesies yang digambarkan sebagai nenek moyang satu sama lain sebenarnya adalah spesies masa itu yang hidup pada periode yang sama. Ernst Mayr, salah satu pendukung utama teori evolusi abad ke-20, berpendapat dalam bukunya One Long Argument bahwa “khususnya [teka-teki] bersejarah seperti asal usul kehidupan atau Homo sapiens, adalah sangat sulit dan bahkan mungkin tidak akan pernah menerima penjelasan akhir yang memuaskan. Tetapi apakah landasan gagasan evolusi manusia yang diajukan oleh para evolusionis? Ialah adanya banyak fosil yang dengannya para evolusionis bisa membangun tafsiran-tafsiran khayalan. Sepanjang sejarah, telah hidup lebih dari 6.000 spesies kera, dan kebanyakan dari mereka telah punah. Saat ini, hanya 120 spesies yang hidup di bumi. Enam ribu atau lebih spesies kera ini, di mana sebagian besar telah punah, merupakan sumber yang melimpah bagi evolusionis.
Di lain pihak, terdapat perbedaan yang berarti dalam susunan anatomi berbagai ras manusia. Terlebih lagi, perbedaannya semakin besar antara ras prasejarah, karena seiring dengan waktu ras manusia setidaknya telah bercampur satu sama lain dan terasimilasi. Meskipun demikian, perbedaan penting masih terlihat antara berbagai kelompok populasi yang hidup di dunia saat ini, seperti, sebagai contoh, ras Scandinavia, suku pigmi Afrika, Inuits, penduduk asli Australia, dan masih banyak lagi yang lain. Tidak terdapat bukti untuk menunjukkan bahwa fosil yang disebut hominid oleh ahli paleontologi evolusi sebenarnya bukanlah milik spesies kera yang berbeda atau ras manusia yang telah punah. Dengan kata lain, tidak ada contoh bagi satu bentuk peralihan antara manusia dan kera yang telah ditemukan.
Setelah semua penjelasan umum ini, sekarang mari kita telaah bersama hipotesis evolusi manusia. Pohon Kekerabatan Manusia Yang Dibuat-Buat. Pernyataan Darwinis mendukung bahwa manusia moderen berevolusi dari sejenis makhluk yang mirip kera. Selama proses evolusi tanpa bukti ini, yang diduga telah dimulai dari 5 atau 6 juta tahun yang lalu, dinyatakan bahwa terdapat beberapa bentuk peralihan antara manusia moderen dan nenek moyangnya. Menurut skenario yang sungguh dibuat-buat ini, ditetapkanlah empat kelompok dasar sebagai berikut:
1.      Australophithecines (berbagai bentuk yang termasuk dalam genus Australophitecus)
2.      Homo habilis
3.      Homo erectus
4.      Homo sapiens
Genus yang dianggap sebagai nenek moyang manusia yang mirip kera tersebut oleh evolusionis digolongkan sebagai Australopithecus, yang berarti “kera dari selatan.” Australophitecus, yang tidak lain adalah jenis kera purba yang telah punah, ditemukan dalam berbagai bentuk. Beberapa dari mereka lebih besar dan kuat (“tegap”), sementara yang lain lebih kecil dan rapuh (“lemah”) Para evolusionis menggolongkan tahapan selanjutnya dari evolusi manusia sebagai genus Homo, yaitu “manusia.” Menurut pernyataan evolusionis, makhluk hidup dalam kelompok Homo lebih berkembang daripada Australopithecus, dan tidak begitu berbeda dengan manusia moderen. Manusia moderen saat ini, yaitu spesies Homo sapiens, dikatakan telah terbentuk pada tahapan evolusi paling akhir dari genus Homo ini. Fosil seperti “Manusia Jawa,” “Manusia Peking,” dan “Lucy,” yang muncul dalam media dari waktu ke waktu dan bisa ditemukan dalam media publikasi dan buku acuan evolusionis, digolongkan ke dalam salah satu dari empat kelompok di atas. Setiap pengelompokan ini juga dianggap bercabang menjadi spesies dan sub-spesies, mungkin juga. Beberapa bentuk peralihan yang diusulkan dulunya, seperti Ramapithecus, harus dikeluarkan dari rekaan pohon kekerabatan manusia setelah disadari bahwa mereka hanyalah kera biasa.
Dengan menjabarkan hubungan dalam rantai tersebut sebagai “Australopithecus > Homo Habilis > Homo erectus > Homo sapiens,” evolusionis secara tidak langsung menyatakan bahwa setiap jenis ini adalah nenek moyang jenis selanjutnya. Akan tetapi, penemuan terbaru ahli paleoanthropologi mengungkap bahwa australopithecines, Homo habilis dan Homo erectus hidup di berbagai tempat di bumi pada saat yang sama. Lebih jauh lagi, beberapa jenis manusia yang digolongkan sebagai Homo erectus kemungkinan hidup hingga masa yang sangat moderen. Dalam sebuah artikel berjudul “Latest Homo erectus of Java: Potential Contemporaneity with Homo sapiens ini Southeast Asia,” dilaporkan bahwa fosil Homo erectus yang ditemukan di Jawa memiliki “umur rata-rata 27 ± 2 hingga 53.3 ± 4 juta tahun yang lalu” dan ini “memunculkan kemungkinan bahwa H. erectus hidup semasa dengan manusia beranatomi moderen (H. sapiens) di Asia tenggaraLebih jauh lagi, Homo sapiens neanderthalensis (manusia Neanderthal) dan Homo sapiens sapiens (manusia moderen) juga dengan jelas hidup bersamaan. Hal ini sepertinya menunjukkan ketidakabsahan pernyataan bahwa yang satu merupakan nenek moyang bagi yang lain.
Pada dasarnya, semua penemuan dan penelitian ilmiah telah mengungkap bahwa rekaman fosil tidak menunjukkan suatu proses evolusi seperti yang diusulkan para evolusionis. Fosil-fosil, yang dinyatakan sebagai nenek moyang manusia oleh evolusionis, sebenarnya bisa milik ras lain manusia atau milik spesies kera. Lalu fosil mana yang manusia dan mana yang kera? Apakah mungkin salah satu dari mereka dianggap sebagai bentuk peralihan? Untuk menemukan jawabannya, mari kita lihat lebih dekat pada setiap kelompok.
B.     HASIL OBSERVASI
Pemandu museum menjelaskan luas Museum Ranggawarsito mencapai 8.438 meter persegi, terdiri dari pendapa, gedung pertemuan, gedung pameran tetap, perpustakaan, laboratorium, perkantoran, gedung deposit koleksi, dan berdiri di atas lahan seluas dua hektar lebih. Sebagai museum provinsi terbesar dengan didukung kekayaan lebih dari 50.000 koleksi, Museum Jawa Tengah Ronggowarsito dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasarana penunjang sehingga dapat dinikmati oleh pengunjung. Fasilitas tersebut antara lain 4 gedung pameran tetap, masing-masing terdiri dari 2 lantai; dan satu ruang koleksi emas. Sembilan ruang pameran/galeri yang saya amati di Museum Jawa Tengah Ronggowarsito sebagai berikut:
1.         Gedung A
a.       Gedung A1 (lantai bawah) menyajikan tentang sejarah alam terkait perkembangan permukaan bumi secara umum. Disajikan dalam bentuk gambar-gambar yang terbingkai secara rapi dan teratur yang memperlihatkan sejarah perkembangan bumi terpajang pada dinding ruangan. Koleksi yang saya amati:
·         Gunungan Blumbangan: tradisi Gunung Blumbangan dirancang oleh Raden Patah pada abad ke-15. Gunungan menggambarkan alam semesta, manusia, dan lingkungannya.
·         Lukisan Alam Semesta
·         Koleksi Kosmologika: berupa lukisan-lukisan galaksi, proses terbentuknya planet, atmosfer Bumi; serta koleksi benda angkasa luar berupa meteorit.
·         Koleksi Geologika dan Geografika: mencakup ilustrasi skala waktu geologi, diorama stalaktit-stalagmit, formasi batuan Karangsambung-Kebumen yang merupakan daerah penelitian batuan terbesar di Asia Tenggara.
·         Koleksi Ekologika: menyajikan diorama ekosistem, koleksi awetan binatang, dan foto-foto lingkungan alam yang terkenal di Jawa Tengah.

b.      Gedung A2 (lantai atas) menyajikan koleksi paleontologi berupa fosil-fosl binatang purba yang pernah ditemukan di Jawa Tengah. Salah satu koleksi yang menarik adalah fosil gading gajah Stegodon terbesar yang pernah ditemukan di daerah Terban, Jekulo, Kudus. Koleksi yang saya amati:
·         Kelompok Paleobotani: koleksi fosil-fosil kayu dari Sangiran yang terbentuk karena proses mineralisasi yaitu meresapnya mineral (silikat) kedalam struktur/pori-pori kayu, dan ilustrasi bentuk tumbuhan zaman purba.
·         Kelompok Paleozoologi: fosil (kerang, gajah purba, kerbau purba, dll) dan ilustrasi kehidupan binatang purba.
·         Kelompok Paleontologi: koleksi fosil-fosil fragmen tulang manusia purba jenis Pithecanthropus erectus, manusia-kera yang berjalan tegak.
2.      Gedung B
a.          Gedung B2 (lantai atas) menyajikan benda-benda terkait peninggalan prasejarah dan peradaban Hindu-Budha. Beberapa koleksi alat-alat batu dan logam menjadi sajian yang mewakili zaman prasejarah. Peradaban Hindu-Budha di Jawa Tengah merupakan salah satu peradaban tertua di Indonesia. Arca-arca Hindu sperti arca Siwa, arca Durga, arca Agastya, dan arca Ganesha dari Candi Ngempon, Pringapus Kab. Semarang merupakan salah satu koleksi yang mengisi ruang pamer pada ruangan ini. Koleksinya antara lain:
·         Miniatur Candi Borobudur, Prambanan, Kalasan.
·         Replika Prasasti Tukmas dan Cangal.
·      Arca-arca dan replika, lingga-yoni, kala-makara. Arca Ganesha dari Sawit, Boyolali, sangat sempurna dilihat dari sisi artistik.
·         Koleksi yang berhubungan dengan kehidupan religi seperti kentongan, kendi, genta, cermin yang dibuat dari perunggu.
·         Peralatan sehari-hari berupa lampu gantung, bokor, bejana, talam, cetakan mata uang.
b.      Gedung B1 (lantai bawah) berisikan koleksi dari masa peninggalan Islam dan Kolonial di Jawa Tengah. Sebuah ornamen dari Masjid Mantingan merupakan salah satu penanda peradaban Islam telah berkembang pada masa lalu. Ornamen tersebut berukirkan sulur-sulur daun dan bunga teratai serta terdapat morif gajah yang tersamarkan pada ukiran tersebut. Pada ruangan ini juga disajikan foto-foto lama Kota Tua Semarang (Semarang Old Cities) pada masa kejayaan Kolonialisme Belanda yang bangunannya hingga sekarang masih tetap dilestarikan antara lain: Gereja Bleduk, Stasiun Tawang, Kantor Pos Johar, Pasar Johar dan lain-lain. Budaya yang berasal dari pengaruh Hindu-Buddha dari India sering juga disebut peradaban klasik. Peradaban tersebut datang secara bergelombang, bermula dari awal tarikh Masehi, dan membawa tiga perubahan besar bagi masyarakat lokal yaitu: mengenal ajaran Hindu-Buddha, mengenal sistem pemerintahan kerajaan, dan mengenal bentuk tulisan. Yang saya amati antara lain:
·      Zaman batu: peradaban batu berupa serpih, kapal genggam, kapak besar (beliung), punden berundak, menhir, arca-arca di Jawa Tengah tersebar di berbagai wilayah.
·      Zaman perunggu: berupa benda-benda peralatan (kapak corong) dan benda-benda untuk kepentingan upacara keagamaan seperti nekara, digunakan dalam upacara memanggil hujan.
·      Zaman besi: tidak tersedia
·      Peradaban Polinesia: disebut peradaban Polinesia karena berbagai langgam budaya yang ditinggalkan khas budaya Polinesia, berupa arca mirip Ganesha temuan dari Desa Jalatiga, Kecamatan Doro, Pekalongan.
·      Peradaban Hindu-Buddha
·      Zaman pengaruh Islam: pesisir utara Jawa Tengah (Tegal, Pekalongan, Semarang, Demak, Kudus, Jepara, Rembang, Lasem) termasuk daerah awal persebaran pengaruh Islam di Indonesia. Koleksi berupa fragmen seni hias, replika kaligrafi karya RM Sosrokartono, serta miniatur Masjid Agung Demak dan Masjid Sunan Kudus.
·      Peninggalan zaman kolonial: berupa meriam pertahanan temuan dari Tegal dan Brebes, pedang militer, lonceng dan jangkar kapal, dll.
3.      Gedung C
a.        Gedung C1 (lantai bawah) dianggap ruang pamer yang paling menarik karena berisi ruang diorama yuang menampilkan delapan adegan peristiwa bersejarah yang berhubungan dengan sejarah perjuangan bangsa. Setiap diorama dilengkapi dengan narasi dari setiap peristiwa melalui earphone yang tersedia. Koleksi dibagi dua bagian: koleksi semasa perjuangan fisik dan diplomasi, serta diorama antara lain: Diorama pertempuran lima hari Semarang, diorama peristiwa Palagan Ambarawa, Diorama gerilya dan kembali ke Yogyakarta.
b.         Gedung C2 (lantai atas) merupakan ruang ethnografi yang memperlihatkan sajian kehidupan masyarakat Jawa dalam teknologi mata pencaharian, industri, kerajinan, rumah tinggal, dll. Pemaparan tentang industri Beselen (pande besi) merupakan sajian edukatif khususnya tentang bengkel pembuatan alat-alat pertanian dan pertukangan, alat rumah tangga, serta alat-alat pusaka seperti keris, tombak, dan pedang yang biasa dikerjakan oleh seorang empu. Ruangan ini dibagi menjadi beberapa bagian, mencakup ruang teknologi mata pencaharian, ruang teknologi industri dan transportasi, ruang teknologi kerajinan, dan rumah tinggal.
4.         Gedung D
a.       Gedung D1 (lantai bawah) terbagi menjadi beberapa ruangan untuk memisahkan antara satu konsentrasi dengan ruangan konsentrasi lainnya. Ruangan ini dibagi menjadi ruang pembangunan, ruang numismatik atau heraldika, ruang tradisi Nusantara, ruang intisari, dan ruang hibah. Ruang hibah adalah ruangan yang memamerkan koleksi yang dihibahkan oleh masyarakat baik individu maupun instansi. Benda-benda hibah antara lain: tosan aji, keris, tombak, dan sepeda pengantar surat. Galeri in dikelompokkan kedalam Ruang Pembangunan, Ruang Numismatika dan Heraldik, Ruang Tradisi Nusantara, Ruang Intisari dan Hibah.
b.      Gedung D2 (lantai atas) menyajikan kesenian daerah yang berkembang di Jawa Tengah baik berupa benda, peralatan maupun jenis kesenian musik, pagelaran maupun pertunjukan. Salah satu koleksi yang dipamerkan adalah barongan dan kuda lumping yang merupakan kesenian pertunjukan tradional yang berbau magis sehingga diperlukan seorang yang dapat menetralkan pemain yang mengalami trans (kesurupan). Barongan sudah dikenal pada masa Hindu-Budha di Jawa Tengah, jauh sebelum agama Islam berkembang di Jawa Tengah. Galeri kesenian menampilkan koleksi benda dan peralatan kesenian yang dipisahkan menjadi (1) Seni Pergelaran, dan (2) Seni Pertunjukan dan Seni Musik.
(1)   Ruang Seni Pergelaran ditampilkan kesenian wayang. Wayang merupakan kesenian asli Indonesia yang dalam perkembangannya telah mengalami perubahan baik dalam bentuk jenis maupun fungsinya. Belasan jenis wayang yang ditampilkan adalah:
·            Wayang Beber: teknik pergelaran dengan cara membentangkan (mbeber) adegan yang dilukis pada kain. Mengangkat kisah Panji.
·            Wayang Kidang Kencana: ciri fisik tokoh-tokohnya dicat kuning keemasan. Mengangkat kisah Panji.
·            Wayang Kaper: dibuat dalam ukuran kecil untuk latihan memainkan wayang bagi anak-anak di lingkungan keraton.
·            Wayang Kandha/Ramayana: mengangkat epik Ramayana.
·            Wayang Purwa: disebut juga wayang Mahabarata karena mengangkat kisah Mahabarata.
·            Wayang Madya: mengangkat kisah sambungan Parwa ke kisah Panji. Diciptakan pada zaman Mangkunegaran IV oleh Raden Ngabehi Tandakusuma.
·            Wayang Gedhog: mengangkat kisah Panji, dikenal pada zaman Raja Jayabaya, Kadiri. Tokoh-tokoh menggunakan nama-nama binatang (Kuda Laweyan, Kebo Anabrang, Lembu Amiluhur)
·            Wayang Potehi: mengangkat kisah roman dari Negeri Cina seperti Sampek Engtay.
·            Wayang Suluh: diciptakan pada zaman revolusi oleh Raden Mas Said, mengangkat kisah-kisah perjuangan revolusi.
·            Wayang Pesisiran: disebut juga wayang Semarangan.
Dua jenis wayang lainnya adalah Wayang Kayu dan Wayang Kontemporer. Lima jenis wayang berbahan baku kayu adalah:
·         Wayang Dupara: mengangkat kisah dari zaman Majapahit hingga Perang Dipanegara. Tokoh-tokohnya Untung Surapati, Jaka Tingkir, Dipanegara.
·         Wayang Klithik Gedhog: mengangkat kisah Damar Wulan, diciptakan pada zaman Amangkurat I, tokoh-tokohnya bersenjata golok.
·         Wayang Golek Purwa: mengangkat kisah Ramayana dan Mahabarata
·         Wayang Golek Menak: mengangkat kisah Menak (Islam). Nama-nama kerajaan berinisial Jawa, misalnya Mekah disebut sebagai Keraton Puser Bumi.
·         Wayang Golek Menak Panthek: mengangkat kisah Babad Tanah Jawa. Tokoh-tokoh seperti Joko Tarub dan Tujuh Bidadari.
Wayang Kontemporer karena diciptakan di zaman kontemporer. Lima jenis koleksi museum adalah:
·         Wayang Buddha: mengangkat kisah Sidharta Gautama, diciptakan Ki Hadjar Satoto dari Surakarta.
·         Wayang Wahyu: mengangkat kisah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Diciptakan oleh RM Soetarto Hardjowahono, atas pesanan Bruder Thimoteus.
·         Wayang Warta: mengangkat kisah-kisah pada Kitab Injil, diciptakan oleh RM Soemiyanto dari Klaten.
·         Wayang Sadat: mengangkat kisah Babad Tanah Islam di Tanah Jawa, diciptakan oleh Surjadi dan Sunardi dari Klaten.
·         Wayang Kancil: mengangkat fabel dari buku Kancil Kridha Martani.
(2)   Koleksi Ruang Seni Pergelaran lainnya adalah peragaan pergelaran Wayang Purwa dan Wayang Orang. Wayang Orang merupakan perpaduan antara seni drama, seni tari, dan seni (musik) gamelan. Mengangkat kisah Ramayana dan Mahabarata. Dalang berperan sebagai pembawa cerita dan suluk, sedang dialog dilakukan oleh masing-masing tokoh.
(3)   Ruang Seni Pertunjukan dan Seni Musik menampilkan beberapa bentuk pertunjukan kesenian rakyat, yaitu: kuda lumping, barongan, nini thowok, dan beberapa foto penunjang kesenian pertunjukan


5.      Ruang E : Ruang Koleksi Emas
Merupakan ruang susulan untuk menampilkan koleksi emas. Diresmikan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan, Edy Setyawati, pada tanggal 14 Oktober 1996. . Ruangan ini memajang benda koleksi berbahan emas yang dibuat pada zaman klasik seperti gelang, kalung, kelat bahu, binggel, cincin stempel, keris, dan berbagai bentuk wadah. Beberapa koleksi emas ditemukan di Witolakon, Wonoboyo Kabupaten Klaten yang berat keseluruhan mencapai 25 kilogram. Koleksi dibagi menjadi empat kategori:
·         Perhiasan badan: anting-anting, gelang, binggel, hiasan dada, kelat leher, ikat pinggang
·         Perhiasa kepala: mahkota dan grado
·         Berbagai bentuk cincin
·         Benda-benda untuk sarana upacara keagamaan, mata uang, lempengan prasasti, arca, keris, dan mangkuk















BAB III
PENUTUP

Semua penipuan ilmiah dan pengkajian penuh rekaan yang dibuat untuk mendukung teori evolusi menunjukkan bahwa teori ini adalah semacam ideologi, dan sama sekali tidak ilmiah. Seperti semua ideologi, ia juga memiliki pendukung fanatik, yang berusaha mati-matian untuk membuktikan evolusi, apapun caranya. Atau jika tidak mereka begitu terikat secara dogmatis pada teori ini sehingga setiap penemuan baru dipandang sebagai bukti besar bagi teori tersebut, bahkan jika penemuan tersebut tidak berhubungan sama sekali dengan evolusi. Ini benar-benar sebuah gambaran yang amat menyedihkan bagi ilmu pengetahuan, karena ini menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan sedang dijerumuskan atas nama sebuah dogma.
Dalam bukunya Darwinism: The Refutation of a Myth, ilmuwan Swedia, Soren Lovtrup, mengatakan hal sebagai berikut:
Saya kira tidak seorang pun akan menolak bahwa adalah sebuah kemalangan besar jika keseluruhan cabang ilmu pengetahuan menjadi terikat pada teori yang keliru. Tetapi inilah yang terjadi dalam biologi; hingga sekarang telah cukup lama orang membahas permasalahan evolusi dalam kosakata “Darwinian” yang aneh—“adaptasi,” “tekanan seleksi,” “seleksi alam,” dll.—yang dengannya mempercayai bahwa mereka berperan dalam menjelaskan fenomena-fenomena alam. Mereka tidak… Saya percaya bahwa suatu hari mitos Darwinian akan diranking sebagai penipuan terbesar dalam sejarah ilmu pengetahuan.236
Bukti lebih jauh bahwa Darwinisme adalah penipuan terbesar dalam sejarah ilmu pengetahuan diberikan oleh biologi molekuler.
Pemandu museum menjelaskan luas Museum Ranggawarsito mencapai 8.438 meter persegi, terdiri dari pendapa, gedung pertemuan, gedung pameran tetap, perpustakaan, laboratorium, perkantoran, gedung deposit koleksi, dan berdiri di atas lahan seluas dua hektar lebih. Sebagai museum provinsi terbesar dengan didukung kekayaan lebih dari 50.000 koleksi, Museum Jawa Tengah Ronggowarsito dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasarana penunjang sehingga dapat dinikmati oleh pengunjung. Fasilitas tersebut antara lain 4 gedung pameran tetap, masing-masing terdiri dari 2 lantai; dan satu ruang koleksi emas. Sembilan ruang pameran/galeri yang saya amati di Museum Jawa Tengah Ronggowarsito
B.     SARAN
1.      Untuk menunjang pengetahuan sejarah masyarakat Jawa Tengah dan agar para siswa dan mahasiswa mengetahui sejarah, perlu diadakanya matapelajaran dan mata kuliah sejarah di perguruan tinggi ataupun sekolah – sekolah  khususnya di Jawa Tengah. Kerjasama dinas pariwisata, dinas pendidikan dan dinas terkait lainya sangat perlu untuk perkembangan museum tersebut agar terlaksana pengetahuan sejarah bagi masyarakat Jawa Tengah.
2.      Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran atas laporan observasi ini. Untuk itu para pembaca agar memberikan masukan, sanggahan ataupun saran demi hasil yang lebih baik. Agar pekerjaan yang akan saya buat yang akan dating akan lebih baik dari pada pekerjaan sebelumnya.
3.      Para sejarahwan dan ilmuan teruslah mencari fakta sejarah supaya kejanggalan kejanggalan searah dapat terselesaikan dan ada bukti sejarah.







DAFTAR PUSTAKA
Campbell. 2003. Biologi Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar