LAPORAN
OBSERVASI
MUSEUM
RONGGOWARSITO SEMARANG
Dikaitkan
dengan Makalah Melacak Filogenik Jurnal “Computer tomography scanning of Homo erectus crania Ngandong 7 from Java:
Internal structure, paleopathology and post-mortem history”
Mata Kuliah : Evolusi
Dosen Pengampu :
Filia Prima Arthaina
Disusun Oleh:
Rafi Rahmad Istianto
(09320210)
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS
PENDIDIKAN MATEMATIKADAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
IKIP PGRI SEMARANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1. Filogeni
Dalam biologi,
filogeni atau filogenesis adalah kajian mengenai
hubungan di antara kelompok-kelompok organisme yang dikaitkan dengan proses evolusi yang
dianggap mendasarinya. Istilah "filogeni" dipinjam dari bahasa
Belanda, fylogenie, yang berasal dari gabungan kata bahasa Yunani Kuna yang berarti "asal-usul
suku, ras".
Filogeni tidak sepenuhnya sama dengan kladistika
(sistematika filogenetik), namun banyak menggunakan metode-metode dan
konsep yang dipakai di dalamnya. Kladistika banyak dipakai untuk merumuskan
keterkaitan filogenik dalam bentuk diagram pohon, namun di dalam filogeni
dipelajari pula anatomi
perbandingan dari berbagai organisme.
Filogeni pada masa sekarang banyak menggunakan dukungan genetika dan biologi
molekuler. Sistematika (klasifikasi) biologi juga banyak menggunakan
masukan dari cabang ilmu ini
2.
Melacak Filogeni
Pernyataan evolusionis adalah bahwa setiap spesies di bumi berasal dari
satu nenek moyang yang sama melalui perubahan sedikit demi sedikit. Dengan kata
lain, teori ini menganggap kehidupan sebagai sebuah peristiwa yang
berkelanjutan, tanpa ada pengelompokan tetap atau yang telah ditentukan sebelumnya. Akan tetapi, pengamatan di
alam dengan jelas tidak mengungkap gambaran berkelanjutan semacam itu. Apa yang
muncul dari dunia kehidupan adalah bahwa bentuk kehidupan benar-benar terpisah
dalam kelompok-kelompok yang benar-benar berbeda. Robert Carrol, seorang
evolusionis yang berpengaruh, mengakui kenyataan ini dalam bukunya Patterns
and Processes of Vertebrate Evolution (Pola dan Proses Evolusi Vertebrata).
Walaupun jumlah spesies yang hidup di bumi saat ini hampir tidak bisa
dibayangkan, mereka tidak membentuk sebuah rantai dengan sambungan yang hampir
tidak bisa dibedakan. Malahan, hampir semua spesies bisa dikenali sebagai
anggota kelompok-kelompok besar yang sangat berbeda dan terbatas jumlahnya, sangat
sedikit yang menggambarkan bentuk atau cara hidup peralihan.
Oleh karena itu, evolusionis beranggapan bahwa bentuk kehidupan “peralihan”
yang menjadi penghubung antar makhluk hidup pernah hidup di masa lalu. Inilah
sebabnya mengapa disadari bahwa ilmu pengetahuan dasar yang bisa memecahkan
persoalan ini adalah paleontologi, ilmu yang mempelajari fosil-fosil. Evolusi
dikatakan sebagai sebuah proses yang terjadi di masa lalu, dan satu-satunya
sumber ilmiah yang bisa memberi kita informasi tentang sejarah kehidupan
hanyalah penemuan fosil. Berkenaan dengan hal ini, ahli paleontologi Perancis,
Pierre-Paul Grasse, berkata:
Para Naturalis harus ingat bahwa proses evolusi hanya terungkap melalui
bentukan fosil… hanya paleontologi yang bisa menyediakan bukti evolusi
bagi mereka dan mengungkap tata cara atau jalannya. Supaya temuan fosil bisa
memperjelas persoalan ini, kita hendaknya membandingkan hipotesis teori evolusi
dengan temuan-temuan fosil.
Menurut teori evolusi, setiap spesies muncul dari satu pendahulu. Satu
spesies yang telah ada sebelumnya berubah menjadi spesies lain sejalan dengan
waktu, dan semua spesies telah mewujud dengan cara ini. Menurut teori ini,
perubahan bentuk ini berlangsung secara bertahap selama jutaan tahun.
Jika demikian kejadiannya, maka seharusnya telah hidup spesies peralihan
yang tak terhitung jumlahnya selama masa panjang ketika perubahan bentuk ini
dianggap sedang berlangsung. Sebagai contoh, seharusnya telah hidup di masa
lalu makhluk setengah ikan-setengah reptilia yang yang telah memperoleh
beberapa ciri reptilia sebagai tambahan atas ciri ikan yang telah mereka
miliki. Atau seharusnya telah hidup makhluk reptilia-burung, yang telah
memperoleh ciri burung sebagai tambahan atas ciri reptilia yang telah mereka
miliki. Evolusionis menyebut makhluk khayalan ini, yang mereka percaya pernah
hidup di masa lampau, sebagai “bentuk-bentuk peralihan.”
Jika hewan semacam itu benar-benar ada, seharusnya terdapat jutaan, bahkan
milyaran, dari mereka. Lebih penting lagi, sisa-sisa dari makhluk khayalan ini
seharusnya ada dalam rekaman fosil. Jumlah bentuk peralihan ini seharusnya
lebih besar daripada spesies yang ada, dan sisa-sisa mereka seharusnya
ditemukan di seluruh penjuru dunia. Dalam The Origin of Species, Darwin
menerima kenyataan ini dan menjelaskan:
Jika teori saya benar, pasti pernah terdapat jenis-jenis peralihan yang tak
terhitung jumlahnya, yang mengaitkan semua spesies dari kelompok yang sama…
Sudah tentu bukti keberadaan mereka di masa lalu hanya dapat ditemukan pada
peninggalan fosil.”39 Bahkan Darwin sendiri menyadari ketiadaan bentuk-bentuk
peralihan tersebut. Ia berharap mereka akan ditemukan di masa mendatang. Di
balik harapan besarnya, ia sadar bahwa ketiadaan bentuk peralihan ini adalah
rintangan utama bagi teorinya. Itulah mengapa dalam buku The Origin of
Species, pada bab “Difficulties of The Theory” ia menulis:… Mengapa, jika
suatu spesies memang berasal dari spesies lain melalui perubahan sedikit demi
sedikit, kita tidak melihat sejumlah besar bentuk peralihan di manapun? Mengapa
semua makhluk tidak dalam keadaan [pengelompokan yang] membingungkan, tetapi
justru seperti yang kita lihat, spesies berada dalam bentuk-bentuk tertentu
yang jelas?...Tetapi menurut teori ini bentuk peralihan yang tak terhitung
jumlahnya seharusnya ada, mengapa kita tak menemukan mereka dalam jumlah yang
tak terhitung terkubur dalam kerak bumi?... Dan pada daerah peralihan, yang
memiliki lingkungan hidup peralihan, mengapa sekarang tidak kita temukan
jenis-jenis peralihan yang saling berhubungan erat? Permasalahan ini, telah
lama, sangat membingungkan.
Satu-satunya penjelasan yang dapat diajukan Darwin untuk menghadapi
keberatan ini adalah bahwa temuan fosil saat ini belum lengkap. Ia menyatakan bahwa ketika
temuan fosil telah
dipelajari secara teliti, mata rantai yang hilang akan ditemukan. Para ahli paleontologi evolusi telah
menggali fosil-fosil dan mencari mata rantai yang hilang ini diseluruh dunia
sejak pertengahan abad ke-19. Semua fosil yang ditemukan dalam penggalian menunjukkan
bahwa kehidupan muncul di bumi secara tiba-tiba dan dalam bentuk lengkap.
3. Gambaran Umum Museum Ronggowarsito
Museum ini diresmikan pada tanggal 5 Juli
1989. Nama “Ronggowarsito” diambil dari nama seorang pujangga besar Keraton
Surakarta Hadiningrat. Karya-karyanya sangat terkenal dan akrab dengan
kehidupan masyarakat Jawa seperti Serat Kalatida yang berisi bait-bait ramalan
tentang adanya zaman edan. Julukan “Pujangga Rakyat” diberikan oleh Ir. Sukarno
pada tahun 1953 kepada Raden Ngabehi Ronggowarsito. Patung perunggu
Ronggowarsito menyapa bagi siapa saja yang memasuki tangga lobi, seolah
mempersilahkan masuk guna menikmati suasana museum.
Museum yang terletak di Jalan Abdulrahman
Saleh No. 1 Semarang ini merupakan museum kebanggaan masyarakat Jawa Tengah
karena merupakan salah satu tempat melestarikan aset-aset budaya Jawa sekaligus
sebagai sarana pendidikan bagi generasi penerus. Museum ini menampung lebih
dari 50.000 buah koleksi yang disajikan secara rapi dan baik di dalam maupun di
luar ruangan. Selain jumlah koleksi yang sangat banyak, Museum Ronggowarsito
juga dilengkap dengan fasilitas yang jarang dijumpai di museum lain. Fasilitas
yang tersedia antara lain:
a)Perpustakaan yang cukup beragam di ruangan ber-AC;
b) Ruangan audio visual ber-AC dan kedap suara yang didesain
seperti sebuah bioskop mini dengan kapasitas 40 orang;
c)Coin box berupa kotak audio yang dapat diperdengarkan
berbagai cerita rakyat yang berkembang di Jawa Tengah dengan memasukkan koin
Rp.100,-;
d) ruang apresiasi yang didesain khusus untuk pameran, pagelaran
budaya, lomba, dan festival yang lebih mengedepankan edukasi kultural; dan
e)taman dan arena bermain yang terletak di tempat yang nyaman
dan teduh.
Museum Ronggowarsito memfasilitasi pelatihan (kursus) yang
berlatar belakang edukasi budaya Jawa secara periodik dengan menggunakan
beberapa ruangan yang tersedia. Pada hari besar nasional juga menyelenggarakan
atraksi yang mampu menarik minat masyarakat dan pelajar untuk mengunjungi
museum. Atraksi yang disajikan lebih berhubungan dengan pelestarian nilai-nilai
budaya seperti: Barongan, Kuntulan, Kuda Lumping dan lain sebagainya.
Manfaat berkunjung yang ditawarkan oleh pihak pengelola
museum adalah berwisata budaya, menimba ilmu tentang sejarah dan kebudayaan.
Museum ini juga merupakan jendela informasi, sejarah, seni, dan budaya sehingga
museum ini memiliki etos kerja “Bangga Peduli Budaya”.
Penataan ruangan dan alur penyajian
Museum Ronggowarsito memiliki karakter yang menarik sehingga pengunjung seolah
tidak akan pernah jemu untuk melihat dan mengamati semua koleksi yang dipajang.
Tata penyajian diawali oleh eksistensi manusia Jawa dengan lingkungannya hingga
kesenian yang berkembang di Jawa Tengah
B. Rumusan Masalah
Bagaimana filogeni asal-usul manusia? Dikaitkan dengan apa
yang ada di museum Ronggowarsito?
C. Tujuan
Mengetahui filogeni asal-usul manusia dengan apa yang ada di
museum Ronggowarsito
D. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN : Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan,
Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN : Filogeni asal –usul manusia,
BAB III PENUTUP : Simpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
FILOGENI ASAL USUL
MANUSIA
Darwin mengajukan
penyataannya bahwa manusia dan kera berasal dari satu nenek moyang yang sama
dalam bukunya The Descent of Man, terbitan tahun 1871. Sejak saat itu
hingga sekarang, para pengikut jalan Darwin telah mencoba mendukung
pernyataannya. Tatapi meskpun berbagai penelitian telah dilakukan, pernyataan
mengenai “evolusi manusia” tidak didukung oleh penemuan ilmiah yang nyata,
khususnya dalam hal fosil.
Kebanyakan masyarakat awam
tidak menyadari kenyataan ini, dan berfikir bahwa pernyataan evolusi manusia
didukung oleh banyak bukti yang kuat. Penyebab adanya opini yang keliru ini
adalah bahwa permasalahan ini sering dibahas dalam media dan dihadirkan sebagai
fakta yang terbukti. Tetapi yang benar-benar ahli dalam masalah ini menyadari
bahwa tidak ada landasan ilmiah bagi pernyataan evolusi manusia. David Pilbeam,
ahli paleoanthropologi dari Harvard University, mengatakan:
Jika Anda mengundang
seorang ilmuwan dari bidang ilmu yang lain dan menunjukkan padanya sedikitnya
bukti yang kita miliki ia tentu akan mengatakan, “Lupakan saja; itu tidak cukup
untuk diteruskan. Dan William Fix, seorang penulis sebuah buku
penting dalam bidang paleoanthropologi, berkomentar: Seperti yang telah kita lihat, ada banyak ilmuwan
dan orang-orang populer saat ini yang memiliki nyali untuk mengatakan bahwa
‘tidak ada keraguan’ tentang bagaimana manusia berasal. Jika saja mereka
memiliki bukti Pernyataan evolusi ini, yang “miskin akan bukti,” memulai pohon kekerabatan
manusia dengan satu kelompok kera yang telah dinyatakan membentuk satu genus
tersendiri, Australopithecus. Menurut pernyataan ini, Australopithecus
secara bertahap mulai berjalan tegak, otaknya membesat, dan ia melewati
serangkaian tahapan hingga mencapai tahapan manusia sekarang (Homo sapiens).
Tetapi rekaman fosil tidak mendukung skenario ini. Meskipun dinyatakan bahwa
semua bentuk peralihan ada, terdapat rintangan yang tidak dapat dilalui antara
jejak fosil manusia dan kera. Lebih jauh lagi, telah terungkap bahwa spesies
yang digambarkan sebagai nenek moyang satu sama lain sebenarnya adalah spesies
masa itu yang hidup pada periode yang sama. Ernst Mayr, salah satu pendukung
utama teori evolusi abad ke-20, berpendapat dalam bukunya One Long Argument
bahwa “khususnya [teka-teki] bersejarah seperti asal usul kehidupan atau Homo
sapiens, adalah sangat sulit dan bahkan mungkin tidak akan pernah menerima
penjelasan akhir yang memuaskan. Tetapi apakah landasan gagasan evolusi manusia
yang diajukan oleh para evolusionis? Ialah adanya banyak fosil yang dengannya
para evolusionis bisa membangun tafsiran-tafsiran khayalan. Sepanjang sejarah,
telah hidup lebih dari 6.000 spesies kera, dan kebanyakan dari mereka telah
punah. Saat ini, hanya 120 spesies yang hidup di bumi. Enam ribu atau lebih
spesies kera ini, di mana sebagian besar telah punah, merupakan sumber yang
melimpah bagi evolusionis.
Di lain pihak, terdapat
perbedaan yang berarti dalam susunan anatomi berbagai ras manusia. Terlebih
lagi, perbedaannya semakin besar antara ras prasejarah, karena seiring dengan
waktu ras manusia setidaknya telah bercampur satu sama lain dan terasimilasi.
Meskipun demikian, perbedaan penting masih terlihat antara berbagai kelompok
populasi yang hidup di dunia saat ini, seperti, sebagai contoh, ras
Scandinavia, suku pigmi Afrika, Inuits, penduduk asli Australia, dan masih
banyak lagi yang lain. Tidak terdapat
bukti untuk menunjukkan bahwa fosil yang disebut hominid oleh ahli
paleontologi evolusi sebenarnya bukanlah milik spesies kera yang berbeda atau
ras manusia yang telah punah. Dengan kata lain, tidak ada contoh bagi satu
bentuk peralihan antara manusia dan kera yang telah ditemukan.
Setelah semua penjelasan
umum ini, sekarang mari kita telaah bersama hipotesis evolusi manusia. Pohon Kekerabatan Manusia Yang Dibuat-Buat. Pernyataan Darwinis
mendukung bahwa manusia moderen berevolusi dari sejenis makhluk yang mirip
kera. Selama proses evolusi tanpa bukti ini, yang diduga telah dimulai dari 5
atau 6 juta tahun yang lalu, dinyatakan bahwa terdapat beberapa bentuk
peralihan antara manusia moderen dan nenek moyangnya. Menurut skenario yang
sungguh dibuat-buat ini, ditetapkanlah empat kelompok dasar sebagai berikut:
1.
Australophithecines
(berbagai bentuk yang termasuk dalam genus Australophitecus)
2.
Homo habilis
3.
Homo erectus
4.
Homo sapiens
Genus yang dianggap
sebagai nenek moyang manusia yang mirip kera tersebut oleh evolusionis
digolongkan sebagai Australopithecus, yang berarti “kera dari selatan.” Australophitecus,
yang tidak lain adalah jenis kera purba yang telah punah, ditemukan dalam
berbagai bentuk. Beberapa dari mereka lebih besar dan kuat (“tegap”), sementara
yang lain lebih kecil dan rapuh (“lemah”) Para evolusionis menggolongkan tahapan selanjutnya dari evolusi manusia
sebagai genus Homo, yaitu “manusia.” Menurut pernyataan evolusionis,
makhluk hidup dalam kelompok Homo lebih berkembang daripada Australopithecus,
dan tidak begitu berbeda dengan manusia moderen. Manusia moderen saat ini,
yaitu spesies Homo sapiens, dikatakan telah terbentuk pada tahapan
evolusi paling akhir dari genus Homo ini. Fosil seperti “Manusia Jawa,” “Manusia Peking,” dan “Lucy,” yang muncul dalam media dari
waktu ke waktu dan bisa ditemukan dalam media publikasi dan buku acuan
evolusionis, digolongkan ke dalam salah satu dari empat kelompok di atas.
Setiap pengelompokan ini juga dianggap bercabang menjadi spesies dan
sub-spesies, mungkin juga. Beberapa bentuk peralihan yang diusulkan dulunya,
seperti Ramapithecus, harus dikeluarkan dari rekaan pohon kekerabatan
manusia setelah disadari bahwa mereka hanyalah kera biasa.
Dengan menjabarkan
hubungan dalam rantai tersebut sebagai “Australopithecus > Homo
Habilis > Homo erectus > Homo sapiens,” evolusionis
secara tidak langsung menyatakan bahwa setiap jenis ini adalah nenek moyang
jenis selanjutnya. Akan tetapi, penemuan terbaru ahli paleoanthropologi
mengungkap bahwa australopithecines, Homo habilis dan Homo erectus
hidup di berbagai tempat di bumi pada saat yang sama. Lebih jauh lagi, beberapa
jenis manusia yang digolongkan sebagai Homo erectus kemungkinan hidup
hingga masa yang sangat moderen. Dalam sebuah artikel berjudul “Latest Homo
erectus of Java: Potential Contemporaneity with Homo sapiens ini
Southeast Asia,” dilaporkan bahwa fosil Homo erectus yang ditemukan di
Jawa memiliki “umur rata-rata 27 ± 2 hingga 53.3 ± 4 juta tahun yang lalu” dan
ini “memunculkan kemungkinan bahwa H. erectus hidup semasa dengan
manusia beranatomi moderen (H. sapiens) di Asia tenggara” Lebih jauh lagi, Homo
sapiens neanderthalensis (manusia Neanderthal) dan Homo sapiens sapiens
(manusia moderen) juga dengan jelas hidup bersamaan. Hal ini sepertinya
menunjukkan ketidakabsahan pernyataan bahwa yang satu merupakan nenek moyang
bagi yang lain.
Pada dasarnya, semua
penemuan dan penelitian ilmiah telah mengungkap bahwa rekaman fosil tidak
menunjukkan suatu proses evolusi seperti yang diusulkan para evolusionis.
Fosil-fosil, yang dinyatakan sebagai nenek moyang manusia oleh evolusionis,
sebenarnya bisa milik ras lain manusia atau milik spesies kera. Lalu fosil mana yang manusia dan mana yang kera?
Apakah mungkin salah satu dari mereka dianggap sebagai bentuk peralihan? Untuk
menemukan jawabannya, mari kita lihat lebih dekat pada setiap kelompok.
B.
HASIL OBSERVASI
Pemandu museum menjelaskan luas Museum
Ranggawarsito mencapai 8.438 meter persegi, terdiri dari pendapa, gedung
pertemuan, gedung pameran tetap, perpustakaan, laboratorium, perkantoran,
gedung deposit koleksi, dan berdiri di atas lahan seluas dua hektar lebih. Sebagai
museum provinsi terbesar dengan didukung kekayaan lebih dari 50.000 koleksi,
Museum Jawa Tengah Ronggowarsito dilengkapi dengan berbagai sarana dan
prasarana penunjang sehingga dapat dinikmati oleh pengunjung. Fasilitas
tersebut antara lain 4 gedung pameran tetap, masing-masing terdiri dari 2
lantai; dan satu ruang koleksi emas. Sembilan ruang pameran/galeri yang saya
amati di Museum Jawa Tengah Ronggowarsito sebagai berikut:
1.
Gedung A
a. Gedung A1 (lantai bawah) menyajikan tentang sejarah alam
terkait perkembangan permukaan bumi secara umum. Disajikan dalam bentuk
gambar-gambar yang terbingkai secara rapi dan teratur yang memperlihatkan
sejarah perkembangan bumi terpajang pada dinding ruangan. Koleksi yang saya
amati:
·
Gunungan Blumbangan: tradisi Gunung Blumbangan dirancang
oleh Raden Patah pada abad ke-15. Gunungan menggambarkan alam semesta, manusia,
dan lingkungannya.
·
Lukisan Alam Semesta
·
Koleksi Kosmologika: berupa lukisan-lukisan galaksi, proses
terbentuknya planet, atmosfer Bumi; serta koleksi benda angkasa luar berupa
meteorit.
·
Koleksi Geologika dan Geografika: mencakup ilustrasi skala
waktu geologi, diorama stalaktit-stalagmit, formasi batuan
Karangsambung-Kebumen yang merupakan daerah penelitian batuan terbesar di Asia
Tenggara.
·
Koleksi Ekologika: menyajikan diorama ekosistem, koleksi
awetan binatang, dan foto-foto lingkungan alam yang terkenal di Jawa Tengah.
b. Gedung A2 (lantai atas) menyajikan koleksi paleontologi
berupa fosil-fosl binatang purba yang pernah ditemukan di Jawa Tengah. Salah
satu koleksi yang menarik adalah fosil gading gajah Stegodon terbesar yang
pernah ditemukan di daerah Terban, Jekulo, Kudus. Koleksi yang saya amati:
·
Kelompok Paleobotani: koleksi fosil-fosil kayu dari
Sangiran yang terbentuk karena proses mineralisasi yaitu meresapnya mineral
(silikat) kedalam struktur/pori-pori kayu, dan ilustrasi bentuk tumbuhan zaman
purba.
·
Kelompok Paleozoologi: fosil (kerang, gajah purba,
kerbau purba, dll) dan ilustrasi kehidupan binatang purba.
·
Kelompok Paleontologi: koleksi fosil-fosil fragmen tulang
manusia purba jenis Pithecanthropus erectus, manusia-kera yang berjalan
tegak.
2.
Gedung B
a.
Gedung B2 (lantai
atas) menyajikan benda-benda terkait peninggalan prasejarah dan peradaban
Hindu-Budha. Beberapa koleksi alat-alat batu dan logam menjadi sajian yang
mewakili zaman prasejarah. Peradaban Hindu-Budha di Jawa Tengah merupakan salah
satu peradaban tertua di Indonesia. Arca-arca Hindu sperti arca Siwa, arca
Durga, arca Agastya, dan arca Ganesha dari Candi Ngempon, Pringapus Kab.
Semarang merupakan salah satu koleksi yang mengisi ruang pamer pada ruangan ini.
Koleksinya antara lain:
·
Miniatur Candi Borobudur, Prambanan, Kalasan.
·
Replika Prasasti Tukmas dan Cangal.
·
Arca-arca dan replika, lingga-yoni, kala-makara. Arca
Ganesha dari Sawit, Boyolali, sangat sempurna dilihat dari sisi artistik.
·
Koleksi yang berhubungan dengan kehidupan religi seperti
kentongan, kendi, genta, cermin yang dibuat dari perunggu.
·
Peralatan sehari-hari berupa lampu gantung, bokor, bejana,
talam, cetakan mata uang.
b.
Gedung B1 (lantai
bawah) berisikan koleksi dari masa peninggalan Islam dan Kolonial di Jawa
Tengah. Sebuah ornamen dari Masjid Mantingan merupakan salah satu penanda
peradaban Islam telah berkembang pada masa lalu. Ornamen tersebut berukirkan
sulur-sulur daun dan bunga teratai serta terdapat morif gajah yang tersamarkan
pada ukiran tersebut. Pada ruangan ini juga disajikan foto-foto lama Kota Tua
Semarang (Semarang Old Cities) pada masa kejayaan Kolonialisme Belanda yang
bangunannya hingga sekarang masih tetap dilestarikan antara lain: Gereja
Bleduk, Stasiun Tawang, Kantor Pos Johar, Pasar Johar dan lain-lain. Budaya yang berasal dari pengaruh
Hindu-Buddha dari India sering juga disebut peradaban klasik. Peradaban
tersebut datang secara bergelombang, bermula dari awal tarikh Masehi, dan
membawa tiga perubahan besar bagi masyarakat lokal yaitu: mengenal ajaran
Hindu-Buddha, mengenal sistem pemerintahan kerajaan, dan mengenal bentuk
tulisan. Yang saya amati antara lain:
·
Zaman batu: peradaban batu berupa serpih, kapal genggam, kapak
besar (beliung), punden berundak, menhir, arca-arca di Jawa Tengah tersebar di
berbagai wilayah.
·
Zaman perunggu: berupa benda-benda peralatan (kapak corong)
dan benda-benda untuk kepentingan upacara keagamaan seperti nekara, digunakan
dalam upacara memanggil hujan.
·
Zaman besi: tidak tersedia
·
Peradaban Polinesia: disebut peradaban Polinesia karena
berbagai langgam budaya yang ditinggalkan khas budaya Polinesia, berupa arca
mirip Ganesha temuan dari Desa Jalatiga, Kecamatan Doro, Pekalongan.
·
Peradaban Hindu-Buddha
·
Zaman pengaruh Islam: pesisir utara Jawa Tengah (Tegal,
Pekalongan, Semarang, Demak, Kudus, Jepara, Rembang, Lasem) termasuk daerah
awal persebaran pengaruh Islam di Indonesia. Koleksi berupa fragmen seni hias,
replika kaligrafi karya RM Sosrokartono, serta miniatur Masjid Agung Demak dan
Masjid Sunan Kudus.
·
Peninggalan zaman kolonial: berupa meriam pertahanan temuan
dari Tegal dan Brebes, pedang militer, lonceng dan jangkar kapal, dll.
3. Gedung C
a.
Gedung C1 (lantai
bawah) dianggap ruang pamer yang paling menarik karena berisi ruang diorama
yuang menampilkan delapan adegan peristiwa bersejarah yang berhubungan dengan
sejarah perjuangan bangsa. Setiap diorama dilengkapi dengan narasi dari setiap
peristiwa melalui earphone yang tersedia. Koleksi dibagi dua bagian: koleksi semasa perjuangan
fisik dan diplomasi, serta diorama antara lain: Diorama pertempuran lima hari
Semarang, diorama peristiwa Palagan Ambarawa, Diorama gerilya dan kembali ke
Yogyakarta.
b.
Gedung C2 (lantai
atas) merupakan ruang ethnografi yang memperlihatkan sajian kehidupan
masyarakat Jawa dalam teknologi mata pencaharian, industri, kerajinan, rumah
tinggal, dll. Pemaparan tentang industri Beselen (pande besi) merupakan sajian
edukatif khususnya tentang bengkel pembuatan alat-alat pertanian dan
pertukangan, alat rumah tangga, serta alat-alat pusaka seperti keris, tombak,
dan pedang yang biasa dikerjakan oleh seorang empu. Ruangan ini
dibagi menjadi beberapa bagian, mencakup ruang teknologi mata pencaharian,
ruang teknologi industri dan transportasi, ruang teknologi kerajinan, dan rumah
tinggal.
4.
Gedung D
a. Gedung D1 (lantai bawah) terbagi menjadi beberapa ruangan
untuk memisahkan antara satu konsentrasi dengan ruangan konsentrasi lainnya.
Ruangan ini dibagi menjadi ruang pembangunan, ruang numismatik atau heraldika,
ruang tradisi Nusantara, ruang intisari, dan ruang hibah. Ruang hibah adalah
ruangan yang memamerkan koleksi yang dihibahkan oleh masyarakat baik individu
maupun instansi. Benda-benda hibah antara lain: tosan aji, keris, tombak, dan
sepeda pengantar surat. Galeri
in dikelompokkan kedalam Ruang Pembangunan, Ruang Numismatika dan Heraldik,
Ruang Tradisi Nusantara, Ruang Intisari dan Hibah.
b. Gedung D2 (lantai atas) menyajikan kesenian daerah yang
berkembang di Jawa Tengah baik berupa benda, peralatan maupun jenis kesenian
musik, pagelaran maupun pertunjukan. Salah satu koleksi yang dipamerkan adalah
barongan dan kuda lumping yang merupakan kesenian pertunjukan tradional yang
berbau magis sehingga diperlukan seorang yang dapat menetralkan pemain yang
mengalami trans (kesurupan). Barongan sudah dikenal pada masa Hindu-Budha di
Jawa Tengah, jauh sebelum agama Islam berkembang di Jawa Tengah. Galeri kesenian menampilkan koleksi
benda dan peralatan kesenian yang dipisahkan menjadi (1) Seni Pergelaran, dan
(2) Seni Pertunjukan dan Seni Musik.
(1)
Ruang Seni Pergelaran ditampilkan kesenian wayang. Wayang
merupakan kesenian asli Indonesia yang dalam perkembangannya telah mengalami
perubahan baik dalam bentuk jenis maupun fungsinya. Belasan jenis wayang yang
ditampilkan adalah:
·
Wayang Beber: teknik pergelaran dengan cara
membentangkan (mbeber) adegan yang dilukis pada kain. Mengangkat kisah
Panji.
·
Wayang Kidang Kencana: ciri fisik tokoh-tokohnya dicat
kuning keemasan. Mengangkat kisah Panji.
·
Wayang Kaper: dibuat dalam ukuran kecil untuk
latihan memainkan wayang bagi anak-anak di lingkungan keraton.
·
Wayang Kandha/Ramayana: mengangkat epik Ramayana.
·
Wayang Purwa: disebut juga wayang Mahabarata karena mengangkat kisah
Mahabarata.
·
Wayang Madya: mengangkat kisah sambungan Parwa
ke kisah Panji. Diciptakan pada zaman Mangkunegaran IV oleh Raden Ngabehi
Tandakusuma.
·
Wayang Gedhog: mengangkat kisah Panji, dikenal
pada zaman Raja Jayabaya, Kadiri. Tokoh-tokoh menggunakan nama-nama binatang
(Kuda Laweyan, Kebo Anabrang, Lembu Amiluhur)
·
Wayang Potehi: mengangkat kisah roman dari Negeri
Cina seperti Sampek Engtay.
·
Wayang Suluh: diciptakan pada zaman revolusi
oleh Raden Mas Said, mengangkat kisah-kisah perjuangan revolusi.
·
Wayang Pesisiran: disebut juga wayang Semarangan.
Dua
jenis wayang lainnya adalah Wayang Kayu
dan Wayang Kontemporer. Lima jenis wayang berbahan baku kayu adalah:
·
Wayang Dupara: mengangkat kisah dari zaman
Majapahit hingga Perang Dipanegara. Tokoh-tokohnya Untung Surapati, Jaka
Tingkir, Dipanegara.
·
Wayang Klithik Gedhog: mengangkat kisah Damar Wulan,
diciptakan pada zaman Amangkurat I, tokoh-tokohnya bersenjata golok.
·
Wayang Golek Purwa: mengangkat kisah Ramayana dan
Mahabarata
·
Wayang Golek Menak: mengangkat kisah Menak (Islam).
Nama-nama kerajaan berinisial Jawa, misalnya Mekah disebut sebagai Keraton
Puser Bumi.
·
Wayang Golek Menak Panthek: mengangkat kisah Babad Tanah Jawa.
Tokoh-tokoh seperti Joko Tarub dan Tujuh Bidadari.
Wayang Kontemporer karena diciptakan di zaman
kontemporer. Lima jenis koleksi museum adalah:
·
Wayang Buddha: mengangkat kisah Sidharta Gautama,
diciptakan Ki Hadjar Satoto dari Surakarta.
·
Wayang Wahyu: mengangkat kisah Perjanjian Lama
dan Perjanjian Baru. Diciptakan oleh RM Soetarto Hardjowahono, atas pesanan
Bruder Thimoteus.
·
Wayang Warta: mengangkat kisah-kisah pada Kitab
Injil, diciptakan oleh RM Soemiyanto dari Klaten.
·
Wayang Sadat: mengangkat kisah Babad Tanah Islam
di Tanah Jawa, diciptakan oleh Surjadi dan Sunardi dari Klaten.
·
Wayang Kancil: mengangkat fabel dari buku Kancil
Kridha Martani.
(2)
Koleksi Ruang Seni Pergelaran lainnya adalah peragaan pergelaran
Wayang Purwa dan Wayang Orang.
Wayang Orang merupakan perpaduan antara seni drama, seni tari, dan seni (musik)
gamelan. Mengangkat kisah Ramayana dan Mahabarata. Dalang berperan sebagai
pembawa cerita dan suluk, sedang dialog dilakukan oleh masing-masing
tokoh.
(3)
Ruang Seni Pertunjukan dan Seni Musik menampilkan beberapa bentuk
pertunjukan kesenian rakyat, yaitu: kuda lumping, barongan, nini thowok, dan
beberapa foto penunjang kesenian pertunjukan
5. Ruang E :
Ruang Koleksi Emas
Merupakan ruang susulan untuk
menampilkan koleksi emas. Diresmikan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan, Edy
Setyawati, pada tanggal 14 Oktober 1996. . Ruangan ini memajang benda koleksi berbahan emas yang dibuat pada
zaman klasik seperti gelang, kalung, kelat bahu, binggel, cincin stempel,
keris, dan berbagai bentuk wadah. Beberapa koleksi emas ditemukan di Witolakon,
Wonoboyo Kabupaten Klaten yang berat keseluruhan mencapai 25 kilogram. Koleksi dibagi menjadi empat
kategori:
·
Perhiasan badan: anting-anting, gelang, binggel,
hiasan dada, kelat leher, ikat pinggang
·
Perhiasa kepala: mahkota dan grado
·
Berbagai bentuk cincin
·
Benda-benda untuk sarana upacara keagamaan, mata uang,
lempengan prasasti, arca, keris, dan mangkuk
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Semua penipuan ilmiah dan
pengkajian penuh rekaan yang dibuat untuk mendukung teori evolusi menunjukkan
bahwa teori ini adalah semacam ideologi, dan sama sekali tidak ilmiah. Seperti
semua ideologi, ia juga memiliki pendukung fanatik, yang berusaha mati-matian
untuk membuktikan evolusi, apapun caranya. Atau jika tidak mereka begitu
terikat secara dogmatis pada teori ini sehingga setiap penemuan baru dipandang
sebagai bukti besar bagi teori tersebut, bahkan jika penemuan tersebut tidak
berhubungan sama sekali dengan evolusi. Ini benar-benar sebuah gambaran yang
amat menyedihkan bagi ilmu pengetahuan, karena ini menunjukkan bahwa ilmu
pengetahuan sedang dijerumuskan atas nama sebuah dogma.
Dalam bukunya Darwinism: The Refutation of a
Myth, ilmuwan Swedia, Soren Lovtrup, mengatakan hal sebagai berikut:
Saya kira tidak seorang
pun akan menolak bahwa adalah sebuah kemalangan besar jika keseluruhan cabang
ilmu pengetahuan menjadi terikat pada teori yang keliru. Tetapi inilah yang
terjadi dalam biologi; hingga sekarang telah cukup lama orang membahas
permasalahan evolusi dalam kosakata “Darwinian” yang aneh—“adaptasi,” “tekanan
seleksi,” “seleksi alam,” dll.—yang dengannya mempercayai bahwa mereka berperan
dalam menjelaskan fenomena-fenomena alam. Mereka tidak… Saya percaya bahwa
suatu hari mitos Darwinian akan diranking sebagai penipuan terbesar dalam
sejarah ilmu pengetahuan.236
Bukti lebih jauh bahwa Darwinisme adalah penipuan
terbesar dalam sejarah ilmu pengetahuan diberikan oleh biologi molekuler.
Pemandu museum menjelaskan luas Museum
Ranggawarsito mencapai 8.438 meter persegi, terdiri dari pendapa, gedung
pertemuan, gedung pameran tetap, perpustakaan, laboratorium, perkantoran,
gedung deposit koleksi, dan berdiri di atas lahan seluas dua hektar lebih.
Sebagai museum provinsi terbesar dengan didukung kekayaan lebih dari 50.000
koleksi, Museum Jawa Tengah Ronggowarsito dilengkapi dengan berbagai sarana dan
prasarana penunjang sehingga dapat dinikmati oleh pengunjung. Fasilitas
tersebut antara lain 4 gedung pameran tetap, masing-masing terdiri dari 2
lantai; dan satu ruang koleksi emas. Sembilan ruang pameran/galeri yang saya
amati di Museum Jawa Tengah Ronggowarsito
B. SARAN
1. Untuk
menunjang pengetahuan sejarah masyarakat Jawa Tengah dan agar para siswa dan
mahasiswa mengetahui sejarah, perlu diadakanya matapelajaran dan mata kuliah
sejarah di perguruan tinggi ataupun sekolah – sekolah khususnya di Jawa Tengah. Kerjasama dinas
pariwisata, dinas pendidikan dan dinas terkait lainya sangat perlu untuk
perkembangan museum tersebut agar terlaksana pengetahuan sejarah bagi
masyarakat Jawa Tengah.
2. Penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran atas laporan observasi ini. Untuk itu para
pembaca agar memberikan masukan, sanggahan ataupun saran demi hasil yang lebih
baik. Agar pekerjaan yang akan saya buat yang akan dating akan lebih baik dari
pada pekerjaan sebelumnya.
3. Para
sejarahwan dan ilmuan teruslah mencari fakta sejarah supaya kejanggalan
kejanggalan searah dapat terselesaikan dan ada bukti sejarah.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell.
2003. Biologi Edisi Kelima. Jakarta :
Erlangga
file:///D:/semester%205/evolusi/evolusi/Museum_Ronggowarsito_Semarang.htm
diakses pada 18 januari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar